Senin, 17 Agustus 2009

BERMULA DI KOLAM KINI DI TERPAL

Ada yang istimewa tak jauh dari Pantai Trisik, Kulonprogo, DI Yogyakarta. Di sana budidaya lele dilakukan di atas tanah berpasir. Kolamnya menggunakan terpal.

Sawah-sawah mendominasi pemandangan jalan selepas Desa Triharja, Kecamatan Wates, menuju ke arah Pantai Trisik. Namun, memasuki Desa Banaran, berjarak 10 km dari Desa Triharja, deretan pohon kelapa menggantikan pemandangan sawah itu. Inilah desa paling dekat Pantai Trisik yang tekstur tanahnya didominasi pasir. Di desa ini,
Wagiran, Ketua kelompok perikanan Trunojoyo di Kulonprogo, mengajak Trubus melihat budidaya lele di lahan berpasir.

Pada akhir
Februari 2009 lalu dari sepetak kolam 4 m x 8 m Jumaryanto, satu-satunya peternak lele di sana, memanen 3,5 kuintal lele ukuran konsumsi 7-10 ekor/kg. Ini untuk kesekian kali mantri tani di Wates itu melakukan panen di kolam terpal di atas lahan berpasir. 'Ternyata hasil produksinya tidak kalah dibanding kolam tanah,' kata Jumaryanto yang memiliki 8 petak kolam terpal.

Menurut
Wagiran, perintis budidaya lele di lahan berpasir, cara ini baru pertama kali dilakukan di Kulonprogo, yang notabene memiliki banyak daerah berpasir karena dekat pantai. Musababnya, sulit membangun kolam dengan kondisi lahan berpasir. Selain mudah amblas saat diinjak, air pun gampang lolos seperti terisap di antara pori-pori pasir.

Sederhana
Membangun kolam terpal di lahan pasir cukup simpel. Pertama-tama area yang hendak dibangun kolam dikeduk sedalam 90 cm. Dinding-dindingnya dibuat miring 30?. Kemiringan ini nantinya berguna sebagai penyangga terpal saat sudah berisi air. Tanah hasil galian itu selanjutnya digunakan untuk membuat tanggul setinggi kurang lebih 40 cm. Tanggul itu dipadatkan supaya kuat. Agar tidak amblas, permukaan tanggul diberi batako atau bata merah.

Langkah berikutnya menaruh sekam di dasar kolam setebal 10 cm. Untuk kolam ukuran 4 m x 8 m seperti milik Jumaryanto dibutuhkan 3 kubik
sekam. Menurut Wagiran sekam menjaga suhu stabil. 'Di sini perbedaan suhu siang dan malam sangat besar. Suhu 27-300 C nyaman bagi lele,' ujar Wagiran. Hal sama disampaikan pula oleh Ahmad Jauhari MSi, perekayasa Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar (BBPBAT) Sukabumi. 'Terpal membuat suhu kolam lebih stabil daripada kolam semen,' katanya.

Selanjutnya terpal dipasang. Menurut pengalaman Jumaryanto kolam 4 m x 8 m butuh 3 orang pekerja untuk memasang terpal. 'Yang dipasang cukup selapis,' katanya. Nah, ujung terpal yang mengitari pinggir kolam kemudian ditutup batako atau bata merah. Batako gunanya sebagai pemberat agar terpal tidak melorot. Setelah itu kolam siap dipakai.

Banyak kelebihan
Wagiran menjelaskan kolam terpal memiliki banyak kelebihan. Biaya yang dikeluarkan relatif murah ketimbang memakai kolam semen. Ia menghitung biaya pembuatan kolam semen berukuran 4 m x 8 m sekitar Rp 5-juta. Dengan terpal paling pol Rp 600.000. 'Sangat jauh selisih biayanya,' kata Wagiran.

Masalah daya tahan pun tak kalah. Kolam terpal dapat dipakai selama 4 tahun dengan syarat, ujung terpal yang ada di tepi kolam ditutup rumput. 'Kalau tidak ditutup rumput dan langsung terkena sinar matahari, cepat rusak. Ketahanannya paling sekitar 2 tahun,' kata Jumaryanto yang menanami pinggir kolam terpal dengan rumput-rumput liar.

Sejatinya budidaya lele di kolam terpal bukan hal baru. Beberapa peternak, terutama di Yogyakarta sudah memakainya sejak awal 2007. Terpal memberi banyak manfaat seperti mengurangi kebocoran air yang selama ini terjadi pada kolam tanah. Kolam terpal pun mudah dibongkar-pasang. Kelebihan lain, masa pengeringan kolam jauh lebih singkat. Kolam tanah butuh waktu sampai 3 hari; terpal 1 jam.

Kolam terpal umumnya dipakai di daerah-daerah budidaya yang sulit air. Yang menggunakan sebagian besar pemilik kolam-kolam berukuran kecil. Musababnya terpal di pasar ukurannya hanya 6 m x 10 m.

Meski mudah dan aplikatif ikan yang dipelihara di kolam terpal butuh penanganan khusus. Ini karena sisa pakan dan kotoran ikan tidak akan terurai akibat kolam tidak bersentuhan dengan tanah. Untuk mengatasi hal itu Jumaryanto melakukan 2 kali penggantian air selama 1 siklus budidaya. Pertama pada saat lele berumur 50 hari, kedua, 10 hari berikutnya. 'Dengan cara ini kematian lele paling banyak 10%,' kata Jumaryanto.

Menurut Ahmad sesungguhnya pertumbuhan lele di kolam terpal lebih lambat daripada di kolam tanah. Pada masa pendederan, misalnya, bila dilakukan di kolam tanah larva mencapai panjang 3-5 cm setelah 3 minggu. Di kolam terpal dengan waktu sama hanya mencapai 2-3 cm. 'Ini karena kolam tanah menyediakan pakan alami,' kata alumnus Pascasarjana Fakultas Perikanan IPB. Namun yang menggembirakan: tidak ada perbedaan signifikan saat pembesaran. Itulah pula yang dirasakan Jumaryanto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar